Kamis, 5 April 2012
- Para ilmuan baru saja menutup sebuah ekspedisi lepas pantai di kapal
penelitian JOIDES Resolution untuk mempelajari lebih jauh tentang
Atlantis Massif, sebuah pegunungan bawah laut yang terbentuk secara
berbeda dibandingkan mayoritas lantai laut di samudera.
Berbeda dengan gunung api laut, yang terbuat dari basalt yang sama dengan sebagian besar lantai laut, Atlantis Massif mengandung tipe batuan yang biasanya hanya ditemukan jauh di dalam kerak samudera, seperti gabbro dan peridotite.
Ekspedisi
yang dinamai Program Pengeboran Samudera Terintegrasi (Integrated Ocean
Drilling Program – IODP) Expedition 340T, menandai pertama kalinya
sifat geofisika batuan gabbroik dengan melakukan pengukuran langsung di
lokasi, bukannya lewat teknik jarak jauh seperti survey seismik.
Dengan
pengukuran ini, para ilmuan kini dapat menyimpulkan bagaimana batuan
sulit dijangkau ini terlihat dalam survey seismik masa depan,
mempermudah pemetaan struktur geofisika di bawah lantai laut. “Ini
menyenangkan karena itu artinya kita mampu memakai data survey seismik
untuk mengetahui pola sirkulasi air laut di bawah kerak yang lebih
dalam,” kata Donna Blackman dari Lembaga Oseanografi Scripps di La
Jolla, California, ilmuan wakil kepala untuk Expedition 340T.
“Ini
merupakan langkah kunci untuk mengkuantifikasi tingkat dan volume
kimiawi, khususnya pertukaran biologis antara samudera dan kerak.”
Atlantis Massif berada di sayap pusat penyebaran samudera yang menurun ke tengah Samudera Atlantik.
Saat
lempeng tektonik terpisah, kerak baru terbentuk pada pusat penyebaran
dan kombinasi peregangan, pematahan, dan intrusi magma dari bawah
membentuk lantai laut baru.
Periode
pengurangan pasokan magma dari mantel di bawahnya menghasilkan
pengembangan patahan besar berumur panjang. Bagian dalam dari kerak
menggeser naik sepanjang patahan ini dan dapat terpaparkan pada lantai
laut.
Proses ini menghasilkan
pembentukan kompleks inti samudera (Oceanic Core Complex – OCC) dan sama
dengan proses yang membentuk Cekungan dan Pegunungan di AS barat daya.
“Penemuan
terbaru dari pengeboran samudera ilmiah telah menggariskan kalau proses
pembentukan kerak samudera baru di pusat penyebaran lantai laut itu
kompleks,” kata Jamie Allan, direktur program IODP dari Yayasan Sains
Nasional AS (National Science Foundation – NSF), yang ikut mendanai
program ini.
“Penelitian
ini menambah secara signifikan kemampuan kita mempelajari struktur dan
komposisi kerak samudera, termasuk meramalkan bagaimana kerak samudera
menua di sebuah daerah,” kata Allan, “karenanya memberi kita alat baru
untuk memahami penciptaan kerak samudera dari mantel Bumi.”
Karena
ia relatif muda – terbentuk dalam jutaan tahun terakhir – ini adalah
lokasi yang ideal, kata para ilmuan, untuk mempelajari bagaimana
interaksi antara patahan, magmatisme, dan peredaran air laut
mempengaruhi evolusi OCC dalam kerak.
“Cekungan
samudera luas menutupi sebagian besar Bumi, namun keraknya terbentuk di
zona sempit,” kata Blackman. “Kami mempelajari zona sumber tersebut
untuk memahami bagaimana penyobekan dan magmatisme bekerjasama membentuk
lempeng baru.”
JOIDES Resolution pertama mengunjungi Atlantis Massif sekitar tujuh tahun lalu; tim sains dalam ekspedisi tersebut mengukur sifat-sifat gabbro.
Namun
mereka berfokus pada bagian yang lebih dangkal, dimana peredaran air
laut telah mengikis batuan dan mengubah sifat fisiknya.
Untuk ekspedisi saat ini, tim tidak mengebor lubang baru.
Mereka
menurunkan instrument ke dalam lubang dalam yang telah dibor dalam
ekspedisi sebelumnya, dan membuat pengukuran dari dalam lubang.
Pengukuran
terbaru pada kedalaman antara 800 dan 1400 meter di bawah lantai laut,
mencakup hanya sedikit zona sempit yang telah diubah oleh peredaran air
laut dan atau deformasi slip patahan.
Sisa pengukuran berfokus pada batuan gabroik yang tak terganggu sejauh ini.
Sifat
yang terukur dalam zona sempit batuan berubah berbeda dari sifat latar
belakang yang diukur dalam batuan gabroik tak berubah.
Tim
ini menemukan perbedaan kecil dalam suhu diantara dua patahan
sub-lantai laut, yang menunjukkan perkolasi lambat air laut dalam zona
tersebut.
Ada pula perbedaan
signifikan dalam kecepatan yang dipakai oleh gelombang seismik saat
melewati zona yang berubah vs tak berubah.
“Ekspedisi
ini adalah kesempatan besar untuk memeriksa kebenaran analisis seismik
terbaru kami,” kata Alistair Harding, juga dari lembaga Oseanografi
dan wakil kepala ilmuan untuk Expedition 340T.
“Ia
juga memberikan data dasar vital untuk penelitian seismik lebih jauh
yang bertujuan memahami pembentukan dan perubahan massif.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar